Tarian Hujan


Adzan Dzuhur telah dilantunkan. Satu demi satu para lelaki bersarung mendatangi surau. Sembari menunggu iqomat, sebagian tegak sholat qobbliyah sedang sebagian lain hanyut dalam zikir. Selamunan memandang langit di luar, ternyata mendung bersilah datang. Membawa gulungan-gulungan air abu-abu. Duhai.. rahmat Tuhan mana yang engkau dustakan?? Air begitu banyak melayang berjalan di langit-langit angkasa. Tiada manusia yang menahan, tiada yang menyangkutkan. Ia bergerak atas kehendak Tuhan.

"Assalamu'alaykum warahmatullah…. Assalamu'alaykum warahmatullah.." Salam penutup penanda undur diri manusia dari hadapan Rabbnya. Usai tegak Dzuhur di surau itu. Kembali jiwa mereka ke dalam jasadnya. Bersiap mengarungi hidup dunia kembali. Tapi sebagian langkah terhenti. Ternyata titik-titik rahmat turun dari langit. Cukup deras rupanya. Anginpun sama ikut menari dengan semangatnya.

Sejurus, terdengar kecil-kecil tapak kaki seolah tak mau terhenti oleh derasnya rahmat yang turun. Ia berlari keluar surau menemui kesegaran rahmat Tuhan itu. Sambil melihat kebelakang, wajah Pak Kiyai begitu cemas. Tapi tak ia perdulikan. Ditinggalkan sandal kecilnya, dan ikut dalam tarian angin yang menawan. Kekawanannya pun turut berhambur masuk dalam tarian hujan mereka. Berlari-lari pun jua sesekali melompat kegirangan. Teriakan canda mereka menambah harmoniasasi nada-nada hujan. Yah begitulah seharusnya, anak-anak dengan hati yang bersih menyambut rahmat Tuhan dengan riang gembira.



Anak-anak menemui hujan di jalan-jalan rumah,

Kelak akan disimpannya dalam kepingan nostalgia.


Antara kecemasan orang tua dan pakaian basah,

Bercak lumpur dan derai tawa begitu merdeka.


Hujan dan sungai memandikan mereka dengan kenangan indah,

Meski dilalui dengan mengayuh berbagai perahu.


Kelak sesampainya di laut,

Semua berjumpa dengan membawa beragam cerita.


Komentar

Posting Komentar